Bahasa Enggano Terancam, Bahasa Bengkulu Jumlah Penutur Sedikit
Indonesiaraja.com, Bengkulu - Badan Bahasa telah memetakan bahwa bahasa Enggano termasuk dalam kategori terancam. Bahasa ini merupakan salah satu bahasa daerah di Bengkulu dengan jumlah penutur yang paling sedikit.
Upaya untuk melestarikan bahasa Enggano sangat penting, mengingat keberadaan bahasa tersebut merupakan bagian dari warisan budaya dan identitas masyarakat Enggano. Diperlukan langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan kesadaran dan penggunaan bahasa ini di kalangan generasi muda agar tetap lestari.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Bengkulu, Dwi Laily, mengungkapkan bahwa posisi terancam suatu bahasa berada dalam kondisi kritis, dan jika dibiarkan, bisa berujung pada kepunahan.
Hal ini sudah terjadi pada 13 bahasa di wilayah Indonesia timur, yang telah mengalami penurunan jumlah penutur secara signifikan. Penting untuk melakukan langkah-langkah pelestarian dan revitalisasi bahasa-bahasa tersebut, termasuk bahasa Enggano, agar mereka tetap hidup dan digunakan oleh generasi mendatang.
"Ancaman kepunahan ini harus dicegah, butuh kerjasama lintas sektoral agar bahasa Enggano tidak punah dan lepas dari status terancam. Sehingga Balai Bahasa mengambil langkah dengan melakukan upaya revitalisasi bahasa daerah, khususnya Enggano," ujar Dwi, Minggu (1/12/2024).
Perihal bahasa Enggano, Dwi menyebut karena pengguna bahasa Enggano yang sedikit. Terbatas hanya pada kalangan masyarakat Enggano yang berada dalam satu pulau, yakni Pulau Enggano. Hanya terdapat 4000 jiwa yang ada di Enggano.
Dalam penelitian pihaknya pengguna bahasa Enggano hanya kelompok masyarakat yang sudah tua hingga lansia. Sehingga revitalisasi yang dilakukan sejak tahun 2023 diharapkan bisa berbuah positif
Sementara itu, Camat Enggano Susanto mengatakan jika memang pengguna bahasa Enggano sangat sedikit. Meski tidak ada angka pasti tentang berapa persen masyarakat Enggano yang masih berbahasa Enggano, ia menduga hanya sekitar 20 persen saja yang masih berbahasa daerah.
Terutama kata Susanto, pada kalangan remaja dan anak-anak tidak berbahasa Enggano lagi. Mereka menggunakan bahasa melayu Bengkulu dalam percakapan kesehariannya.
Hal itu kata Susanto, terjadi akibat orang tua yang memang tidak mengajarkan bahasa Enggano pada mereka. Sehingga tidak terbiasa dan menimbulkan kekauan lidah saat mencoba menuturkan bahasa Enggano.
"Kalau data pasti tidak tau juga ya, tapi kalau sepenglihatan saya mungkin hanya 20-30 persen saja yang masih berbahasa Enggano. Itupun mereka karena sudah tua," katanya.
Ia mengakui usai revitalisasi nbahasa Enggano lalu, ada perubahan. Masyarakat khususnya remaja mulai antusias belajar bahasa Enggabo. Sehingga hal ini menjadi angin segar atas upaya pelestarian bahasa daerah.
Meski terdapat angin segar, namun pelestarian bahasa Enggano tentu tidak cukup sampai disitu. Ia menilai perlunya kesadaran tinggi bagi masyarakat untuk tidak malu berbahasa daerah.
Diketahui, Provinsi Bengkulu memiliki tiga rumpun bahasa daerah, yakni bahasa Rejang, Enggano dan Melayu. Dari tiga Rumpun itu terpecah lagi menjadi beberapa dialek, seperi bahasa Melayu dengan dialek Serawai, Pekal, Basemah, Nasal, Melayu Bengkulu, dan Mukomuko.
Reporter : Hanny Try
Editor : Sherly Mevitasari
- 250072 views